MAKALAH
EKONOMI
ISLAM

FIRDIYANITA F.S
(10.312.041)
FAKULTAS
EKONOMI
MANAJEMEN
(SORE)
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
2012
Kata Pengantar
Puji syukur saya ucapakan kepada Allah SWT, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah
ini. dalam penyelesaian makalah ini. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan
dengan baik pada penulisan makalah yang berjudul Ekonomi Islam sebagai salah
satu tugas akhir smester perkuliahan. Penulisan makalah ini mungkin sangat jauh
dari sempurna, karena masih banyak kekurangan-kekurangan baik dari segi materi
maupun dalam penyajiannya.Hal tersebut disebabkan oleh karena kemampuan dan
pengalaman penulis masih sangat terbatas. Dan semoga dengan selesainya makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan teman – teman. Penulis banyak
memperoleh masukan-masukan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Nur Laily
selaku dosen softskill “Ekonomi Islam” .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sesungguhnya telah sepuluh abad sebelum orang-orang Eropa
menyusun teori-teori tentang ekonomi, telah diturunkan oleh Allah Swt sebuah
analisa tentang ekonomi yang khas di daerah Arab. Hal yang lebih menarik adalah
bahwa analisa ekonomi tersebut tidak mencerminkan keadaan bangsa Arab pada
waktu itu, tetapi adalah untuk seluruh dunia. Jadi sesungguhnya hal tersebut
merupakan hidayah dari Allah Swt, Tuhan yang mengetahui sedalam-dalamnya akan
isi dan hakikat dari segala sesuatu. Kemudian struktur ekonomi yang ada dalam
firman Allah dan sudah sangat jelas aturan-aturannya tersebut, pernah dan telah
dilaksanakan dengan baik
oleh umat pada waktu itu. Sistem ekonomi tersebut adalah susatu susunan baru yang bersifat universal, bukan merupakan ekonomi nasional bangsa Arab. Sistem ekonomi tersebut dinamakan ekonomi Islam.
oleh umat pada waktu itu. Sistem ekonomi tersebut adalah susatu susunan baru yang bersifat universal, bukan merupakan ekonomi nasional bangsa Arab. Sistem ekonomi tersebut dinamakan ekonomi Islam.
Sistem Ekonomi Islam atau syariah sekarang ini sedang banyak
diperbincangkan di Indonesia. Banyak kalangan masyarakat yang mendesak agar
Pemerintah Indonesia segera mengimplementasikan sistem Ekonomi Islam dalam
sistem Perekonomian Indonesia seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi
Kapitalisme.Makalah ini akan membahas tentang apa sistem ekonomi Islam/syariah
itu.
1.2. Perumusan masalah
1.2. Perumusan masalah
1. Devinisi Ekonomi Islam
2. Sejarah Ekonomi Islam
3. Sejarah Baru Ekonomi Islam
4. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
5. Ciri/Sifat Ekonomi Islam
6. Tujuan Ekonomi Islam
7. Perbedaan Ekonomi Islam
1.3. Metode Penelitian
Untuk
menyusun makalah ini penulis mengambil data dari Buku dan Internet.
1.4.Tujuan
- Pembaca dapat mengetahui Tentang Sejarah awal Ekonomi Islam
hingga saat ini.
- Pembaca juga dapat mengetahui
perbedaan Ekonomi Islam dengan Ekonomi Konvensional
BAB II
PEMBAHASAN
A.Devinisi Ekonomi Islam
Definisi Ekonomi Islam/Syariah
menurut beberapa Ekonom Islam
§ Muhammad
Abdul Mannan
"Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah rakyat yang
diilhami oleh nilai-nilai Islam".
§ M.M
Metwally
"Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang
mengikuti Al Quran,Hadits Nabi,Ijma dan Qiyas".
Ilmu Ekonomi Islam adalah teori atau hukum-hukum dasar yang
menjelaskan perilaku-perilaku antar variabel ekonomi dengan memasukkan unsur
norma ataupun tata aturan tertentu (unsur Ilahiah). Oleh karena itu, Ekonomi
Islam tidak hanya menjelaskan fakta-fakta secara apa adanya, tetapi juga harus
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan, dan apa yang seharusnya
dikesampingkan (dihindari).
Menurut Adi Warman Karim (2003: 6), dengan demikian, maka Ekonom Muslim, perlu mengembangkan suatu ilmu ekonomi yang khas, yang dilandasi oleh nilai-nilai Iman dan Islam yang dihayati dan diamalkannya, yaitu Ilmu Ekonomi Islam.
Sebuah sistem ekonomi yang juga menjelaskan segala fenomena tentang perilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan aturan syariah sebagai variabel independent (ikut pengambilan keputusan ekonomi), yang berasal dari Allah Swt. meliputi batasan- batasan dalam melakukan kegiatan ekonomi. Proses integrasi norma dan aturan syariah ke dalam ilmu ekonomi, disebabkan adanya pandangan bahwa kehidupan di dunia tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan di akhirat. Semuanya harus seimbang karena
dunia adalah sawah ladang akhirat. Return (keuntungan) yang kita peroleh di akhirat, bergantung pada apa yang kita investasikan di dunia.
Menurut Adi Warman Karim (2003: 6), dengan demikian, maka Ekonom Muslim, perlu mengembangkan suatu ilmu ekonomi yang khas, yang dilandasi oleh nilai-nilai Iman dan Islam yang dihayati dan diamalkannya, yaitu Ilmu Ekonomi Islam.
Sebuah sistem ekonomi yang juga menjelaskan segala fenomena tentang perilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan aturan syariah sebagai variabel independent (ikut pengambilan keputusan ekonomi), yang berasal dari Allah Swt. meliputi batasan- batasan dalam melakukan kegiatan ekonomi. Proses integrasi norma dan aturan syariah ke dalam ilmu ekonomi, disebabkan adanya pandangan bahwa kehidupan di dunia tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan di akhirat. Semuanya harus seimbang karena
dunia adalah sawah ladang akhirat. Return (keuntungan) yang kita peroleh di akhirat, bergantung pada apa yang kita investasikan di dunia.
B. Sejarah tentang Sistem Ekonomi Islam/Syariah
Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya.
Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.
Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.
Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya.
Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.
Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.
C.
Sejarah Baru Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam mengalami perkembangan sejarah baru pada era modern. Menurut Khurshid Ahmad, yang dikenal sebagai bapak ekonomi Islam, ada tiga tahapan perkembangan dalam wacana pemikiran ekonomi Islam, yaitu :
1. Tahapan Pertama, dimulai ketika sebagian ulama, yang tidak memiliki pendidikan formal dalam bidang ilmu ekonomi namun memiliki pemahaman terhadap persoalan-persoalan sosio-ekonomi pada masa itu, mencoba untuk menuntaskan persoalan bunga. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu haram dan kaum muslimin harus meninggalkan hubungan apapun dengan perbankan konvensional. Mereka mengundang para ekonom dan banker untuk saling bahu membahu mendirikan lembaga keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah dan bukan pada bunga. Masa ini dimulai kira-kira pada pertengahan decade 1930-an dan mengalami puncak kemajuannya pada akhir decade 1950- an dan awal decade 1960-an. Pada masa itu di Pakistan didirikan Bank Islam local yang beroperasi bukan pada bunga, lembaga keuangan ini diberi nama Mit Ghomr Local Saving Bank yang berlokasi di delta sungai Nil, Mesir.
2. Tahapan Kedua, dimulai pada akhir dasa warsa 1960-an. Pada tahapan ini para ekonom muslim yang pada umumnya dididik dan dilatih di perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat dan Eropa mulai mencoba mengembangkan aspek-aspek tertentu dari sistem moneter Islam. Mereka melakukan analisis ekonomi terhadap larangan riba (bunga) dan mengajukan alternatif perbankan yang tidak berbasis bunga.
Serangkaian konferensi dan seminar tentang ekonomi Islam digelar dengan mengundang para pakar, ulama, ekonom baik muslim dan nonmuslim. Konfrensi internasional pertama tentang ekonomi Islam pertama diadakan di Makkah al-Mukaromah pada tahun 1976 yang disusul kemudian dengan konferensi internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi internasional yang baru di London pada tahun 1977. Pada tahapan ini muncul nama-nama ekonom muslim terkenal diseluruh dunia Islam antara lain : Prof. Dr. Khurshid Ahmad yang dinobatkan sebagai bapak ekonomi Islam, Dr. M. Umer Chapra, Dr. MA. Mannan, Dr. Omar Zubair, Dr. Ahmad An-Najjar, Dr. M. Nezatullha Siddiqi, Dr. Fahim Khan, Dr. Munawwar Iqbal, Dr. Muhammad Ariff, Dr. Anas Zarqa dan lain-lain. Mereka adalah ekonom-ekonom yang didik di barat tetapi
memahami sekali bahwa Islam sebagai way of live yang integral dan komprehenshif memiliki sistem ekonomi tersendiri dan jika diterapkan dengan baik akan mampu membawa umat Islam kepada kedudukan yang berwibawa dimata dunia.
3. Tahapan ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit untuk engembangkan perbankan dan lembaga-lembaga non-riba baik dalam sektor swasta maupun dalam sektor pemerintah. Tahapan ini merupakan sinergi konkrit antara usaha intelektual dan material para ekonom, pakar, banker, para pengusaha dan para hartawan muslim yang memiliki kepedulian kepada perkembangan ekonomi Islam. Pada tahapan ini sudah mulai didirikan bank-bank Islam dan lembaga investasi berbasis non-riba dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonomi yang lebih mapan. Bank Islam pertama yang didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia.
Bank Islam ini merupakan kerjasama antara negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Selanjutnya bermunculan bank-bank syariah di mayoritas negara-negara Islam termasuk di Indonesia.
Sistem ekonomi Islam mengalami perkembangan sejarah baru pada era modern. Menurut Khurshid Ahmad, yang dikenal sebagai bapak ekonomi Islam, ada tiga tahapan perkembangan dalam wacana pemikiran ekonomi Islam, yaitu :
1. Tahapan Pertama, dimulai ketika sebagian ulama, yang tidak memiliki pendidikan formal dalam bidang ilmu ekonomi namun memiliki pemahaman terhadap persoalan-persoalan sosio-ekonomi pada masa itu, mencoba untuk menuntaskan persoalan bunga. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu haram dan kaum muslimin harus meninggalkan hubungan apapun dengan perbankan konvensional. Mereka mengundang para ekonom dan banker untuk saling bahu membahu mendirikan lembaga keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah dan bukan pada bunga. Masa ini dimulai kira-kira pada pertengahan decade 1930-an dan mengalami puncak kemajuannya pada akhir decade 1950- an dan awal decade 1960-an. Pada masa itu di Pakistan didirikan Bank Islam local yang beroperasi bukan pada bunga, lembaga keuangan ini diberi nama Mit Ghomr Local Saving Bank yang berlokasi di delta sungai Nil, Mesir.
2. Tahapan Kedua, dimulai pada akhir dasa warsa 1960-an. Pada tahapan ini para ekonom muslim yang pada umumnya dididik dan dilatih di perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat dan Eropa mulai mencoba mengembangkan aspek-aspek tertentu dari sistem moneter Islam. Mereka melakukan analisis ekonomi terhadap larangan riba (bunga) dan mengajukan alternatif perbankan yang tidak berbasis bunga.
Serangkaian konferensi dan seminar tentang ekonomi Islam digelar dengan mengundang para pakar, ulama, ekonom baik muslim dan nonmuslim. Konfrensi internasional pertama tentang ekonomi Islam pertama diadakan di Makkah al-Mukaromah pada tahun 1976 yang disusul kemudian dengan konferensi internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi internasional yang baru di London pada tahun 1977. Pada tahapan ini muncul nama-nama ekonom muslim terkenal diseluruh dunia Islam antara lain : Prof. Dr. Khurshid Ahmad yang dinobatkan sebagai bapak ekonomi Islam, Dr. M. Umer Chapra, Dr. MA. Mannan, Dr. Omar Zubair, Dr. Ahmad An-Najjar, Dr. M. Nezatullha Siddiqi, Dr. Fahim Khan, Dr. Munawwar Iqbal, Dr. Muhammad Ariff, Dr. Anas Zarqa dan lain-lain. Mereka adalah ekonom-ekonom yang didik di barat tetapi
memahami sekali bahwa Islam sebagai way of live yang integral dan komprehenshif memiliki sistem ekonomi tersendiri dan jika diterapkan dengan baik akan mampu membawa umat Islam kepada kedudukan yang berwibawa dimata dunia.
3. Tahapan ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit untuk engembangkan perbankan dan lembaga-lembaga non-riba baik dalam sektor swasta maupun dalam sektor pemerintah. Tahapan ini merupakan sinergi konkrit antara usaha intelektual dan material para ekonom, pakar, banker, para pengusaha dan para hartawan muslim yang memiliki kepedulian kepada perkembangan ekonomi Islam. Pada tahapan ini sudah mulai didirikan bank-bank Islam dan lembaga investasi berbasis non-riba dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonomi yang lebih mapan. Bank Islam pertama yang didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia.
Bank Islam ini merupakan kerjasama antara negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Selanjutnya bermunculan bank-bank syariah di mayoritas negara-negara Islam termasuk di Indonesia.
D.Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Tiga Prinsip Dasar Yang Menyangkut
sistem ekonomi Syariah menurut Islam
1.
Tawhid, Prinsip ini merefleksikan bahwa
penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT.
2.
Khilafah, mempresentasikan bahwa manusia
adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi
seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi
yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya.
3.
‘Adalah, merupakan bagian yang integral
dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah
dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah
harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan
kebutuhan (needfullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source
of earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable
distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and
stability).
Prinsip
Ekonomi dalam Islam merupakan kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur
atau kerangka Ekonomi Islam yang digali dari Al-Qur’an dan Sunnah. Prinsip
Ekonomi ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi setiap individu dalam perilaku
Ekonomi. Keberadaan prinsip dan nilai Ekonomi Islam dua hal yang tidak dapat di
pisahkan. Penjelasan mengenai prinsip ekonomi berikut ini bukan di maksud
memisahkan antara prinsip Ekonomi Islam dengan nilai-nilainya, melainkan untuk
mepermudah dan memahami aspek positif dan aspek normatifdari Ekonomi Islam.
Implementasi
prinsip ekonomi tanpa menjauhkan manusia dari tujuan hidupnya,
yaitu falah. Implementasi nilai tanpa didasarkan pada prinsip akan
cenderung membawa kepada ekonomi normatif belaka, sementara penerapan nilai
tanpa prinsip dapat diibaratkan menyuntikkan nilai-nilai Islam pada setiap
perilaku ekonomi yang telah ada. Sebagai ilustrasi implementasi nilai
ekonomi islam misalnya adanya penjaminan kehidupan yang layak terhadap
masyarakat fakir dan miskin. Namu, jika nilai ini diwujutkan melalui cara
perampasan harta dari orang kaya, maka tujuan ekonomi islam justru tidak akan
tercapai. Dalam hal ini, nilai takaful diimplementasikan tanpa didasarkan pada
prinsip kompensasi dan kebebasan, karena harta orang diambil tanpa kompensasi
yang berarti juga merampas kebebasan untuk memiliki harta. Contoh lain
adalah penerapan system penggajian dengan sama rata, tanpa mempertimbangkan
kebutuhan keluarga, tanggung jawab kerja, atau produktifitas yang dihasilkan.
System ini adalah suatu bentuk penerapan prinsip (kompensasi) tanpa diwarnai
oleh nilai keadilan, sebab kompensasi dilakukan denga cara yang zalim.
Berikut
prinsip-prinsip yang akan menjadi kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur
atau kerangka Ekonomi Islam.[1]
1. Kerja
Islam
memerintahkan setiap manusia untuk bekerja sepanjang hidupnya. Islam membagi
waktu menjadi dua, yaitu beribadah dan bekerja mencari rizki. Dalam arti
sempit, secara umum, kerja berarti memamfaatkan sumber daya, sumber daya adalah
misalnya, didorong untuk dapat memamfaatkannya dan hanya boleh mendapatkan
kompensasi atas tanah yang masih menganggur dan hanya membolehkanya ketika
tanah tersebut telah diolah. Rizki yang paling terutama adalah rizki yang diproleh
dari hasil kerja atau keringan sendiri, dan rizki yang paling dibenci
oleh Allah adalah rizki yang diproleh dengan cara meminta-minta.
2. Konpensasi
Prinsip
konpensasi merupakan konsekuensi dari implementasi prinsip kerja. Setiap kerja
berhak mendapatkan kompensasi atau imbalan. Islam mengajarkan bahwa setiap
pengolahan atau pemamfaatan sumber daya berhak untuk mendapatkan imbalan.
Sebaliknya, setiap bentuk pengrusakan sumber daya atau tindakan yang merugikan
orang lain harus mendapat sangsi atau memberikan ‘tembusan’ untuk
penyucian. Pemamfaatan sumber daya baik tenaga kerja, sumber daya alam
ataupun modal – masing-masing berhak mendapatkan upah, sewa dan keuntungan. –
seperti tidak mau bekerja, memiliki lahan puso. Memiliki tabungan (emas misalnya)
– tidak berhak memperoleh imbalan atau kompensasi atas kepemilikan sumber
dayanya.
3. Efisiensi
Adalah
perbandingan terbaik antara suatu kegiatan ( pengelolaan sumber daya ) dengan
hasilnya. Suatu kegiatan pengelolaan sumber daya meliputi lima unsur pokok,
yaitu keahlian, tenaga, bahan, ruang, dan waktu, sedangkan hasil terdiri aspek
jumlah ( kuantitas ) dan mutu ( kualitas ). Efisiensi dalam arti umum berarti
kegiatan yang menghasilkan out put yang memberikan mashlahah paling tinggi atau
disebut efisiensi alokasi ( allocation efficiency ). Dalam arti
sempit, efisiensi berarti kegiatan yang menghasilkan output yang paling banyak
dan berkualitas atau disebut efisiensi teknis ( x- efficiency ).
Efisiensi
teknis diukur denga perbandingan antara hasil ( output ) dengan masukan ( input
) yang digunakan. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin efisien pengelolaan
sumber daya. Perilaku penghematan merupakan suatu upaya untuk mencapai
efisiensi teknis. Meskipun demikian tercapainya efisiensi teknis tidaklah
menjamin tercapainya efisiensi alokatif dengan sendirinya, karena hasil
kegiatan belum tentu menghasilkan mashlahah tertinggi bagi masyarakat. Oleh
karena itu perlu dihindari tindakan berlebih-lebihan ( isyraf ) baik dalam hal
penggunaan sumber daya dalam komsumsi ataupun dalam produksi.
4. Profesionalisme
Profesionalisme
merupakan implikasi dari efisiensi. Professional atrinya menyerahkan suatu
urusan kepada ahlinya. Dengan kata lain, professional berarti menyerahkan
pengelolaan sumber daya kepada ahlinya sehingga diproleh output secara efisien.
Allah melarang menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya dan mencintai
seseorang yang professional dalam perbuatannya. Profesionalisme ini hanya akan
tercapai jika setiap individu mengerahkan seluruh kemampuannya dalam setiap
kegiatan Ekonomi. Pada akhirnya, profesionalisme ini akan melahirkan pembagian
kerja sesuai dengan keahlian dan kemampuan atau spesialisasi.
5. Kecukupan
Jaminan
terhadap taraf hidup yang layak – yang dapat memenuhi kebutuhan material dan
spiritual setiap individu, baik muslim atau non muslim – merupakan salah satu
prinsip Ekonomi Islam. Kelayakan ini tidak hanya diartikan pada tingkatan
darurat – dimana manusia tidak dapat hidup kecuali dengan Nya – ataupun
bertahan hidup saja, tatapi juga kenyamanan hidup. Para fuqoha mendifinisikan
kecukupan sebagai terpenuhinya kebutuhan sepanjang masa dalam hal sedang,
pangan, mapan, pengetahuan, akses terhadap pengguna sumber daya, bekerja,
membangun keluarga ( pernikahan ) sakinah, kesempatan untuk kaya setiap
individu tanpa berlebihan. Sebagai konsekuensinya, setiap individu harus
mendapatkan kesempatan menguasai dan mengelola sumber daya, dan tindakan yang
merusak serta menrugikan harus dihindari agar kecukupan atar generasi terjamin.
6. Pemerataan
kesempatan
Setiap
individu, baik laki-laki atau wanita, muslim atau non- muslim, memiliki
kesempatan yang sama untuk memiliki, mengelola sumber daya dan menikmatinya
sesuai dengan kemampuannya. Semua orang diperlakukan sam dalam meperoleh
kesempatan, tidak ada pembedaan antar individu atau kelompok atau kelas dalam
masyarakat secara layak, belajar, jaminan keamanan, dan kesempatan pemenuhan
hak-hak kemanusiaan lainnya, kesejahteraan dan hasil pembangunan didistibusikan
harus kepada setiap orang dan tidak mengumpul pada kelompok tertntu.
7. Kebebasan
Dalam
pandangan islam, manusia memiliki kebebasan untuk mengambil semua tidakan yang
diperlukan untuk memperoleh kemashlaha-an yang tertinggi dari sumber daya yang
ada pada kekuasaannya. Manusia diberi kebebasan untuk memilih antara yang benar
dan yang salah, yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan yang merusak.
Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk memiliki sumber daya,
mengelolanya dan memanfaatkannya untuk mencapai kesejahteraan hidup. Namun,
kebebasan tanpa batas justru berpotensi menimbulkan kerugian bagi manusia. Oleh
karena itu dalam islam kebebasan dibatasi oleh nilai-nilai Islam
8. Kerja
sama
Manusia
adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Ia tidak bias hidup sendirian
tanpa bantuan orang lain. Meki beragam, manusia juga memiliki beberapa tujuan
yang sama dalam hidupny, misalnya secara sendirian atau bahkan saling
menjatuhkan satu sama lainnya. Terdapat saling ketergantungan dan
tolong-menolong antara sesama manusia. Kerja sama adalah upaya untuk saling
mendorong dan menguatkan satu sama lainnya didalam menggai tujuan bersama. Oleh
karena itu, kerja sama akan menciptakan sinergi untuk lebih menjamin
tercapainya tujuan hidup secara harmonis. Islam mengajarkan manusia untuk
bekerja sama dalam berusaha atau mewujutkan kesejahteraan.
9. Persaingan
Islam
mendorong manusia untuk berlomba-lomba dalam ketakwaan dan kebaikan. Demikian
pula dalam hal muammalah atau ekonomi, manusia didorong untuk saling berlomba
dan bersaing, namun tidak saling merugikan. Dalam suatu sunnah, dijelaskan
bahwa Allah sendiri yang menetapkan harga dan manusia dilarang dan manusia
dilarang menetapkan harga secara sepihak. Islam memberikan kesempatan antara
penjual dan pembeli untuk tawa-menawat serta melarang dilakukannya monopoli
ataupun bentuk perdagangan yang berpotensi merugikan pihak lain.
10. Keseimbangan
Keseimbangan
hidup dalam ekonomi islam dimaknai sebagai tidak adanya kesenjangan dalam
pemenuhan kebutuhan berbagai aspek kehidupan : atara aspek fisik dan mental,
material dan spiritual, individu dan sosial. Masa kini dan masa depan, serta
dunia dan akhirat. Dalam arti sempit, dalam hal kegiatan sosial, keseimbangan
bermakna dirugikan, atau kondisi salaing ridha. Hal inilah yang kemudian
disebut sebagai keseimbangan pasar, di mana kondisi saling ridha terwujud
anrata pembeli dan penjual.
11. Solidaritas
Solidaritas
mengandung makna persaudaraan dan tolong-menolong. Persaudaran merupakan dasar
untuk memupuk hubungan yang baik sesame anggota masyarakat dalam segala asperk
kehidupan, termasuk Ekonomi. Dengan persaudaraan, hak-hak setiap masyarakat
lebih terjamin dan terjaga. Prinsip ini menafikan sikap sksklusifisme dan
pandangan atas suku, ras, dan kelompok, namun lebih mengedepankan ikatan
kemanusian dan keislaman. Persaudaraan tidak akan bermakna tanpa
tolong-menolong, terutama antara yang kuat dan yang lemah, antara yang kaua
dengan yang miskin. Tolong-menolong dapat dilakukan dengan berbagai bentuk,
baik yang bersifat fungsional maupun derma atau produksi maupun konsumtif.
Solidaritas
juga bias dimaknai dengan toleransi, islam mengajarkan agar manusia bersikap
toleransi atau memberikan kemudahan kepada pihak lain dalam bermuamalah.
Toleransi berarti memberikan kelonggaran atau membantu orang lain untuk
memenuhi kewajibannya. Toleransi ini bisa berbentuk pemberian maaf atas
kekeliruan lawan, kelonggaran dalam pemenuhan janji, ataupun dalam menuntuk
haknya. Nabi mencontohkan untuk mebayar utang lebih dari pinjaman sebagai
ungkapan rasa terima kasih.
12. Imformasi
Kejelasan
imformasi dalam muamalah atay interaksi sosial merupakan hal mutlak yang harus
dipenuhi agar setiap pihak tidak dirugikan. Setiap pihak yang bertransaksi
sharusnya memiliki informasi relevan yang sama sebelum dan saat bertransaksi,
baik informasi mengenai objek, pelaku transaksi atau akad transaksi. Suatu akad
yang didasari atas keridak jelasan informasi atau penyembuyian informasi
sepihak deianggap batal menurut islam. Dengan kata lain, tidak boleh ada
sesuatu yang disembunyikan. Lebih jauh lagi, untuk terwujutnya transparansi,
maka perlu memberi akses bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui
berbagai informasi penting yang terkait dalam setiap transaksi.
E.Empat Ciri/Sifat Sistem Islam Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur’an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur’an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi[5]. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin
bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik
Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi[2]. Didalam menjalankan
kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi
bahasa berarti “kelebihan”[6]. Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275[7] disebutkan
bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba[8] tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila[9]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…
F. Tujuan Ekonoi islam
Dalam
pandangan Islam, manusia bukanlah makhluk yang dikutuk karena membawa dosa
turunan (original sin), tetapi merupakan khalifah Allah SWT di muka bumi (QS.
2:30). Allah SWT menciptakan bumi dan segala isinya untuk manusia (QS. 2:29)
dan memberi kebebasan kepada manusia untuk mengelola sumber daya ekonomi yang
tersedia di alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan membangun peradaban
manusia ke arah yang lebih baik.
Manusia diberi kebebasan untuk mengelola sumber daya
ekonomi dan melakukan transaksi perekonomian sesama mereka (muamalah).
Mengenai muamalah (kegiatan ekonomi) tersebut terdapat kaidah fiqh yang
menyatakan bahwa “Hukum ashal (awal/asli) dari muamalah adalah boleh (mubah)
sampai ada dalil yang menyatakan sebaliknya. Artinya, segala kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh manusia diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan
dalil-dalil nash (Al-Quran dan sunnah). Dengan kata lain, kegiatan ekonomi yang
dilakukan untuk tujuan tertentu yang sejalan dengan ajaran Islam.
Menurut Muhammad Umar Chapra, salah
seorang ekonom Muslim, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi tersebut dapat dirumuskan
menjadi 4 macam.
Pertama, kegiatan ekonomi atau muamalah
bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi dalam batas-batas norma-norma
moral Islami. Agama Islam membolehkan manusia untuk menikmati rezeki dari Allah
namun tidak boleh berlebihan dalam pola konsumsi (QS. 2:60, 168, 172; 6:142;
7:31, 160; 16:114; 20:81; 23:51; 34:15; 67:15).
Di samping itu Allah SWT mendorong
umat-Nya untuk bekerja keras mencari rezeki setelah setelah melakukan shalat
Jum’at (QS. 62:10). Setiap usaha yang dilakukan oleh manusia seperti bertani,
berdagang, dan usaha-usaha halal lainnya dianggap sebagai ibadah. Hal ini
menujukkan bahwa usaha untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi yang lebih baik
harus menjadi salah tujuan masyarakat Muslim.
Kedua, tatanan ekonomi yang
diusahakan bertujuan untuk membina persaudaraan dan menegakkan keadilan
universal. Islam menginginkan terbinanya tatanan sosial di mana semua individu
mempunyai rasa persaudaraan dan keterikatan layaknya suatu keluarga yang
berasal dari orangtua yang sama (QS. 49:13).
Dengan demikian, kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh manusia jangan sampai menimbulkan rasa permusuhan,
peperangan, dan ketidakadilan ekonomi sebagaimana yang masih banyak dijumpai
pada saat ini. Dengan adanya rasa persaudaraan sesama umat manusia, tidak akan
timbul perebutan sumber-sumber ekonomi dan yang timbul adalah
bertolong-tolongan untuk kesejahteraan bersama (QS. 5:2).
Ketiga, distribusi pendapatan yang
seimbang. Islam mempunyai komitmen yang tinggi terhadap persaudaraan manusia
dan keadilan. Oleh karena itu, ketidakadilan ekonomi tidak dibenarkan dalam
Islam. Ketidakmerataan ekonomi tersebut hanya akan meruntuhkan rasa
persaudaraan antar sesama manusia yang ingin dibina oleh Islam. Menurut ajaran
Islam, semua sumber daya yang tersedia merupakan ‘karunia Allah SWT yang
diberikan kepada semua manusia’ (QS. 2:29), sehingga tidak ada alasan kalau sumberdaya
ekonomi itu hanya terkonsentrasi pada beberapa kelompok manusia
(QS. 59:7).
Pemerataan tersebut dapat dilakukan
melalui zakat, infak, shadaqah, wakaf, dan transaksi-transaksi halal lainnya
yang dikelola dengan baik sesuai dengan spirit yang dikandungnya.
Keempat, tatanan ekonomi dalam Islam
bertujuan untuk mewujudkan kebebasan manusia dalam konteks kesejahteraan
sosial. Salah satu misi yang diemban oleh Muhammad saw adalah untuk melepaskan
manusia dari beban-beban dan belenggu yang ada pada mereka (QS. 7:157).
Khalifah Umar bin Khatab mengatakan, “Sejak kapan kamu memperbudak manusia
padahal ibu-ibu mereka melahirkan mereka dalam keadaan merdeka?” Imam Syafii
juga mengatakan, “Allah menciptakan kamu dalam keadaan merdeka, oleh karena itu
jadilah manusia yang merdeka.” meskipun demikian, kebebasan individu dalam
konteks kesejahteraan sosial haruslah dalam batas-batas yang ditentukan oleh Islam.
Artinya kebebasan itu jangan sampai berkonflik dengan kepentingan sosial yang
lebih besar dan hak-hak orang lain.
G.Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Krisis ekonomi yang sering terjadi
ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda
dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya,
yaitu sistem bagi hasil.
Sistem ekonomi syariah sangat berbeda
dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada
di tengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan
kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua
tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem[1], ekonomi Islam menetapkan bentuk
perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan[4]. Ekonomi dalam Islam harus mampu
memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil,
kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap pelaku usaha
1. Sumber (epistemology)
* Ekonomi Islam sumbernya
berasaskan kepada sumber yang mutlak yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah (Wahyu)
*
Sedangkan ekonomi konvensional tidak bersumber atau berlandaskan wahyu. Oleh
karena itu ia lahir dari pemikiran manusia yang bisa berubah berdasarkan waktu
atau masa sehingga diperlukan maklumat yang baru
2. Tujuan Kehidupan
* Tujuan ekonomi Islam membawa
kepada konsep al-falah (kejayaan) di dunia dan akhirat
*
Sedangkan ekonomi Konvensional untuk kepuasan di dunia saja
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan Ilmu Ekonomi Islam adalah teori atau
hukum-hukum dasar yang menjelaskan perilaku-perilaku antar variabel ekonomi
dengan memasukkan unsur norma ataupun tata aturan tertentu (unsur Ilahiah).
Oleh karena itu, Ekonomi Islam tidak hanya menjelaskan fakta-fakta secara apa
adanya, tetapi juga harus menerangkan apa yang seharusnya dilakukan, dan apa
yang seharusnya dikesampingkan (dihindar). Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan
perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem
Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem
ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi
yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari
sistem ekonomi yang telah ada. Sistem ekonomi Islam mengalami perkembangan sejarah baru
pada era modern.
Adapun prinsip Ekonomi
Islam :Tauhid,Khilafah dan ‘Adalah.
Ciri/Sifat
Ekonomi islam ; 1.
Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)3. Kebebasan (free will)4.
Tanggungjawab (responsibility)
Tujuan
Ekonomi Islam adsalah untuk memperoloeh kesejahter aan,membina
persaudraan,seimbang, untuk
mewujudkan kebebasan manusia dalam konteks kesejahteraan sosial.
Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi
Konvensional terletak pada sumber dan tujuanya
DAFTAR PUSTAKA
Makalah Ekonomi Islam - IslamWiki http://islamwiki.blogspot.com/2011/04/makalah-ekonomi-islam.html#ixzz1zc2KC6AU
media.isnet.org/islam/Qardhawi/Masyarakat/SyariatAllah.htm
http://tarbiyahweekly.wordpress.com/2007/10/25/sejarah-perkembangan-ilmu-ekonomi- http://www.anakciremai.com/2010/02/makalah-ekonomi-islam-tentang-qordhu.htmlislam/Catatankuliahdigital.blogspot.com
& id.wikipedia.org
Daftar
Isi
BAB I Pendahuluan………………………………………………….
Rumusan
Masalah……………………………………………………………………
Metode
Latar Belakang………………………………………………………………………….
Penelitian………………………………………………………………………
Tujuan…………………………………………………………………………………
BAB II Pembahasan…………………………………………………………………..
A.Devinisi
Ekonomi Islam…………………………………………………………..
B.Sejarah
Ekonomi Islam………………………………………………………………
C.Sejarah
Baru Ekonomi Islam…………………………………………………….
D.Prinsip-prinsip
Ekonomi Islam………………………………………………….
E.Ciri/Sifat
Ekonomi Islam……………………………………………………….
F.Tujuan
Ekonomi Islam………………………………………………………
G.Perbedaan
Ekonomi Islam………………………………………………………
BAB III Penutup……………………………………………………………………..
A.Kesimpulan…………………………………………………………………………
Daftar
Pustaka………………………………………………………………………..
0 komentar:
Posting Komentar