Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogroll

About

Blogger templates

Blogger news

Kamis, 10 Oktober 2013

makalah Eko Islam

MAKALAH
EKONOMI ISLAM






FIRDIYANITA F.S (10.312.041)

FAKULTAS EKONOMI
MANAJEMEN (SORE)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
2012

Kata Pengantar
Puji syukur saya ucapakan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. dalam penyelesaian makalah ini. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan dengan baik pada penulisan makalah yang berjudul Ekonomi Islam sebagai salah satu tugas akhir smester perkuliahan. Penulisan makalah ini mungkin sangat jauh dari sempurna, karena masih banyak kekurangan-kekurangan baik dari segi materi maupun dalam penyajiannya.Hal tersebut disebabkan oleh karena kemampuan dan pengalaman penulis masih sangat terbatas. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan teman – teman. Penulis banyak memperoleh masukan-masukan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Nur Laily selaku dosen softskill “Ekonomi Islam” .











BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sesungguhnya telah sepuluh abad sebelum orang-orang Eropa menyusun teori-teori tentang ekonomi, telah diturunkan oleh Allah Swt sebuah analisa tentang ekonomi yang khas di daerah Arab. Hal yang lebih menarik adalah bahwa analisa ekonomi tersebut tidak mencerminkan keadaan bangsa Arab pada waktu itu, tetapi adalah untuk seluruh dunia. Jadi sesungguhnya hal tersebut merupakan hidayah dari Allah Swt, Tuhan yang mengetahui sedalam-dalamnya akan isi dan hakikat dari segala sesuatu. Kemudian struktur ekonomi yang ada dalam firman Allah dan sudah sangat jelas aturan-aturannya tersebut, pernah dan telah dilaksanakan dengan baik
oleh umat pada waktu itu. Sistem ekonomi tersebut adalah susatu susunan baru yang bersifat universal, bukan merupakan ekonomi nasional bangsa Arab. Sistem ekonomi tersebut dinamakan ekonomi Islam.
Sistem Ekonomi Islam atau syariah sekarang ini sedang banyak diperbincangkan di Indonesia. Banyak kalangan masyarakat yang mendesak agar Pemerintah Indonesia segera mengimplementasikan sistem Ekonomi Islam dalam sistem Perekonomian Indonesia seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi Kapitalisme.Makalah ini akan membahas tentang apa sistem ekonomi Islam/syariah itu.
1.2. Perumusan masalah
1.      Devinisi Ekonomi Islam
2.      Sejarah Ekonomi Islam
3.      Sejarah Baru Ekonomi Islam
4.      Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
5.      Ciri/Sifat Ekonomi Islam
6.      Tujuan Ekonomi Islam
7.      Perbedaan Ekonomi Islam
1.3. Metode Penelitian
Untuk menyusun makalah ini penulis mengambil data dari Buku dan Internet.
1.4.Tujuan
  • Pembaca dapat mengetahui  Tentang Sejarah awal Ekonomi Islam hingga saat ini.
  • Pembaca juga dapat mengetahui perbedaan Ekonomi Islam dengan Ekonomi Konvensional























BAB II
PEMBAHASAN
A.Devinisi Ekonomi Islam
Definisi Ekonomi Islam/Syariah menurut beberapa Ekonom Islam
§  Muhammad Abdul Mannan
"Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah  rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam".
§  M.M Metwally
"Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al Quran,Hadits Nabi,Ijma dan Qiyas".
Ilmu Ekonomi Islam adalah teori atau hukum-hukum dasar yang menjelaskan perilaku-perilaku antar variabel ekonomi dengan memasukkan unsur norma ataupun tata aturan tertentu (unsur Ilahiah). Oleh karena itu, Ekonomi Islam tidak hanya menjelaskan fakta-fakta secara apa adanya, tetapi juga harus menerangkan apa yang seharusnya dilakukan, dan apa yang seharusnya dikesampingkan (dihindari).

Menurut Adi Warman Karim (2003: 6), dengan demikian, maka Ekonom Muslim, perlu mengembangkan suatu ilmu ekonomi yang khas, yang dilandasi oleh nilai-nilai Iman dan Islam yang dihayati dan diamalkannya, yaitu Ilmu Ekonomi Islam.

Sebuah sistem ekonomi yang juga menjelaskan segala fenomena tentang perilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan aturan syariah sebagai variabel independent (ikut pengambilan keputusan ekonomi), yang berasal dari Allah Swt. meliputi batasan- batasan dalam melakukan kegiatan ekonomi. Proses integrasi norma dan aturan syariah ke dalam ilmu ekonomi, disebabkan adanya pandangan bahwa kehidupan di dunia tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan di akhirat. Semuanya harus seimbang karena
dunia adalah sawah ladang akhirat. Return (keuntungan) yang kita peroleh di akhirat, bergantung pada apa yang kita investasikan di dunia.

B. Sejarah tentang Sistem Ekonomi Islam/Syariah
Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya.

Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.

Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.

Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk
akhirat.

C. Sejarah Baru Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam mengalami perkembangan sejarah baru pada era modern. Menurut Khurshid Ahmad, yang dikenal sebagai bapak ekonomi Islam, ada tiga tahapan perkembangan dalam wacana pemikiran ekonomi Islam, yaitu :

1. Tahapan Pertama, dimulai ketika sebagian ulama, yang tidak memiliki pendidikan formal dalam bidang ilmu ekonomi namun memiliki pemahaman terhadap persoalan-persoalan sosio-ekonomi pada masa itu, mencoba untuk menuntaskan persoalan bunga. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu haram dan kaum muslimin harus meninggalkan hubungan apapun dengan perbankan konvensional. Mereka mengundang para ekonom dan banker untuk saling bahu membahu mendirikan lembaga keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah dan bukan pada bunga. Masa ini dimulai kira-kira pada pertengahan decade 1930-an dan mengalami puncak kemajuannya pada akhir decade 1950- an dan awal decade 1960-an. Pada masa itu di Pakistan didirikan Bank Islam local yang beroperasi bukan pada bunga, lembaga keuangan ini diberi nama Mit Ghomr Local Saving Bank yang berlokasi di delta sungai Nil, Mesir.

2. Tahapan Kedua, dimulai pada akhir dasa warsa 1960-an. Pada tahapan ini para ekonom muslim yang pada umumnya dididik dan dilatih di perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat dan Eropa mulai mencoba mengembangkan aspek-aspek tertentu dari sistem moneter Islam. Mereka melakukan analisis ekonomi terhadap larangan riba (bunga) dan mengajukan alternatif perbankan yang tidak berbasis bunga.

Serangkaian konferensi dan seminar tentang ekonomi Islam digelar dengan mengundang para pakar, ulama, ekonom baik muslim dan nonmuslim. Konfrensi internasional pertama tentang ekonomi Islam pertama diadakan di Makkah al-Mukaromah pada tahun 1976 yang disusul kemudian dengan konferensi internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi internasional yang baru di London pada tahun 1977. Pada tahapan ini muncul nama-nama ekonom muslim terkenal diseluruh dunia Islam antara lain : Prof. Dr. Khurshid Ahmad yang dinobatkan sebagai bapak ekonomi Islam, Dr. M. Umer Chapra, Dr. MA. Mannan, Dr. Omar Zubair, Dr. Ahmad An-Najjar, Dr. M. Nezatullha Siddiqi, Dr. Fahim Khan, Dr. Munawwar Iqbal, Dr. Muhammad Ariff, Dr. Anas Zarqa dan lain-lain. Mereka adalah ekonom-ekonom yang didik di barat tetapi

memahami sekali bahwa Islam sebagai way of live yang integral dan komprehenshif memiliki sistem ekonomi tersendiri dan jika diterapkan dengan baik akan mampu membawa umat Islam kepada kedudukan yang berwibawa dimata dunia.

3. Tahapan ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit untuk engembangkan perbankan dan lembaga-lembaga non-riba baik dalam sektor swasta maupun dalam sektor pemerintah. Tahapan ini merupakan sinergi konkrit antara usaha intelektual dan material para ekonom, pakar, banker, para pengusaha dan para hartawan muslim yang memiliki kepedulian kepada perkembangan ekonomi Islam. Pada tahapan ini sudah mulai didirikan bank-bank Islam dan lembaga investasi berbasis non-riba dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonomi yang lebih mapan. Bank Islam pertama yang didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia.

Bank Islam ini merupakan kerjasama antara negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Selanjutnya bermunculan bank-bank syariah di mayoritas negara-negara Islam termasuk di Indonesia.

D.Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Tiga Prinsip Dasar Yang Menyangkut sistem ekonomi Syariah menurut Islam
1.         Tawhid, Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT.
2.         Khilafah, mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya.
3.         ‘Adalah, merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (needfullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).
Prinsip Ekonomi  dalam Islam merupakan kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka Ekonomi Islam yang digali dari Al-Qur’an dan Sunnah. Prinsip Ekonomi ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi setiap individu dalam perilaku Ekonomi. Keberadaan prinsip dan nilai Ekonomi Islam dua hal yang tidak dapat di pisahkan. Penjelasan mengenai prinsip ekonomi berikut ini bukan di maksud memisahkan antara prinsip Ekonomi Islam dengan nilai-nilainya, melainkan untuk mepermudah dan memahami aspek positif dan aspek normatifdari Ekonomi Islam.


Implementasi prinsip ekonomi tanpa menjauhkan manusia dari tujuan hidupnya, yaitu falah. Implementasi nilai tanpa didasarkan pada prinsip akan cenderung membawa kepada ekonomi normatif belaka, sementara penerapan nilai tanpa prinsip dapat diibaratkan menyuntikkan nilai-nilai Islam pada setiap perilaku ekonomi yang telah ada.  Sebagai ilustrasi implementasi nilai ekonomi islam misalnya adanya penjaminan kehidupan yang layak terhadap masyarakat fakir dan miskin. Namu, jika nilai ini diwujutkan melalui cara perampasan harta dari orang kaya, maka tujuan ekonomi islam justru tidak akan tercapai. Dalam hal ini, nilai takaful diimplementasikan tanpa didasarkan pada prinsip kompensasi dan kebebasan, karena harta orang diambil tanpa kompensasi yang berarti juga  merampas kebebasan untuk memiliki harta. Contoh lain adalah penerapan system penggajian dengan sama rata, tanpa mempertimbangkan kebutuhan keluarga, tanggung jawab kerja, atau produktifitas yang dihasilkan. System ini adalah suatu bentuk penerapan prinsip (kompensasi) tanpa diwarnai oleh nilai keadilan, sebab kompensasi dilakukan denga cara yang zalim.
Berikut prinsip-prinsip yang akan menjadi kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka Ekonomi Islam.[1]
1.      Kerja
Islam memerintahkan setiap manusia untuk bekerja sepanjang hidupnya. Islam membagi waktu menjadi dua, yaitu beribadah dan bekerja mencari rizki. Dalam arti sempit, secara umum, kerja berarti memamfaatkan sumber daya, sumber daya adalah misalnya, didorong untuk dapat memamfaatkannya dan hanya boleh mendapatkan kompensasi atas tanah yang masih menganggur dan hanya membolehkanya ketika tanah tersebut telah diolah. Rizki yang paling terutama adalah rizki yang diproleh dari hasil kerja atau keringan sendiri, dan rizki yang paling dibenci  oleh Allah adalah rizki yang diproleh dengan cara meminta-minta.  
2.      Konpensasi
Prinsip konpensasi merupakan konsekuensi dari implementasi prinsip kerja. Setiap kerja berhak mendapatkan kompensasi atau imbalan. Islam mengajarkan bahwa setiap pengolahan atau pemamfaatan sumber daya berhak untuk mendapatkan imbalan. Sebaliknya, setiap bentuk pengrusakan sumber daya atau tindakan yang merugikan orang lain harus mendapat sangsi atau memberikan ‘tembusan’  untuk penyucian. Pemamfaatan sumber daya baik tenaga kerja, sumber  daya alam ataupun modal – masing-masing berhak mendapatkan upah, sewa dan keuntungan. – seperti tidak mau bekerja, memiliki lahan puso. Memiliki tabungan (emas misalnya) – tidak berhak memperoleh imbalan atau kompensasi atas kepemilikan sumber dayanya.
3.      Efisiensi
Adalah perbandingan terbaik antara suatu kegiatan ( pengelolaan sumber daya ) dengan hasilnya. Suatu kegiatan pengelolaan sumber daya meliputi lima unsur pokok, yaitu keahlian, tenaga, bahan, ruang, dan waktu, sedangkan hasil terdiri aspek jumlah ( kuantitas ) dan mutu ( kualitas ). Efisiensi dalam arti umum berarti kegiatan yang menghasilkan out put yang memberikan mashlahah paling tinggi atau disebut efisiensi alokasi ( allocation efficiency ). Dalam arti sempit, efisiensi berarti kegiatan yang menghasilkan output yang paling banyak dan berkualitas atau disebut efisiensi teknis ( x- efficiency ).
Efisiensi teknis diukur denga perbandingan antara hasil ( output ) dengan masukan ( input ) yang digunakan. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin efisien pengelolaan sumber daya. Perilaku penghematan merupakan suatu upaya untuk mencapai efisiensi teknis. Meskipun demikian tercapainya efisiensi teknis tidaklah menjamin tercapainya efisiensi alokatif dengan sendirinya, karena hasil kegiatan belum tentu menghasilkan mashlahah tertinggi bagi masyarakat. Oleh karena itu perlu dihindari tindakan berlebih-lebihan ( isyraf ) baik dalam hal penggunaan sumber daya dalam komsumsi ataupun dalam produksi.
4.      Profesionalisme
Profesionalisme merupakan implikasi dari efisiensi. Professional atrinya menyerahkan suatu urusan kepada ahlinya. Dengan kata lain, professional berarti menyerahkan pengelolaan sumber daya kepada ahlinya sehingga diproleh output secara efisien. Allah melarang menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya dan mencintai seseorang yang professional dalam perbuatannya. Profesionalisme ini hanya akan tercapai jika setiap individu mengerahkan seluruh kemampuannya dalam setiap kegiatan Ekonomi. Pada akhirnya, profesionalisme ini akan melahirkan pembagian kerja sesuai dengan keahlian dan kemampuan atau spesialisasi.  
5.      Kecukupan
Jaminan terhadap taraf hidup yang layak – yang dapat memenuhi kebutuhan material dan spiritual setiap individu, baik muslim atau non muslim – merupakan salah satu prinsip Ekonomi Islam. Kelayakan ini tidak hanya diartikan pada tingkatan darurat – dimana manusia tidak dapat hidup kecuali dengan Nya – ataupun bertahan hidup saja, tatapi juga kenyamanan hidup. Para fuqoha mendifinisikan kecukupan sebagai terpenuhinya kebutuhan sepanjang masa dalam hal sedang, pangan, mapan, pengetahuan, akses terhadap pengguna sumber daya, bekerja, membangun keluarga ( pernikahan ) sakinah, kesempatan untuk kaya setiap individu tanpa berlebihan. Sebagai konsekuensinya, setiap individu harus mendapatkan kesempatan menguasai dan mengelola sumber daya, dan tindakan yang merusak serta menrugikan harus dihindari agar kecukupan atar generasi terjamin.   
6.      Pemerataan kesempatan
Setiap individu, baik laki-laki atau wanita, muslim atau non- muslim, memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki, mengelola sumber daya dan menikmatinya sesuai dengan kemampuannya. Semua orang diperlakukan sam dalam meperoleh kesempatan, tidak ada pembedaan antar individu atau kelompok atau kelas dalam masyarakat secara layak, belajar, jaminan keamanan, dan kesempatan pemenuhan hak-hak kemanusiaan lainnya, kesejahteraan dan hasil pembangunan didistibusikan harus kepada setiap orang dan tidak mengumpul pada kelompok tertntu.
7.      Kebebasan
Dalam pandangan islam, manusia memiliki kebebasan untuk mengambil semua tidakan yang diperlukan untuk memperoleh kemashlaha-an yang tertinggi dari sumber daya yang ada pada kekuasaannya. Manusia diberi kebebasan untuk memilih antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan yang merusak. Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk memiliki sumber daya, mengelolanya dan memanfaatkannya untuk mencapai kesejahteraan hidup. Namun, kebebasan tanpa batas justru berpotensi menimbulkan kerugian bagi manusia. Oleh karena itu dalam islam kebebasan dibatasi oleh nilai-nilai Islam
8.      Kerja sama
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Ia tidak bias hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Meki beragam, manusia juga memiliki beberapa tujuan yang sama dalam hidupny, misalnya secara sendirian atau bahkan saling menjatuhkan satu sama lainnya. Terdapat saling ketergantungan dan tolong-menolong antara sesama manusia. Kerja sama adalah upaya untuk saling mendorong dan menguatkan satu sama lainnya didalam menggai tujuan bersama. Oleh karena itu, kerja sama akan menciptakan sinergi untuk lebih menjamin tercapainya tujuan hidup secara harmonis. Islam mengajarkan manusia untuk bekerja sama dalam berusaha atau mewujutkan kesejahteraan.
9.      Persaingan
Islam mendorong manusia untuk berlomba-lomba dalam ketakwaan dan kebaikan. Demikian pula dalam hal muammalah atau ekonomi, manusia didorong untuk saling berlomba dan bersaing, namun tidak saling merugikan. Dalam suatu sunnah, dijelaskan bahwa Allah sendiri yang menetapkan harga dan manusia dilarang dan manusia dilarang menetapkan harga secara sepihak. Islam memberikan kesempatan antara penjual dan pembeli untuk tawa-menawat serta melarang dilakukannya monopoli ataupun bentuk perdagangan yang berpotensi merugikan pihak lain.
10.  Keseimbangan
Keseimbangan hidup dalam ekonomi islam dimaknai sebagai tidak adanya kesenjangan dalam pemenuhan kebutuhan berbagai aspek kehidupan : atara aspek fisik dan mental, material dan spiritual, individu dan sosial. Masa kini dan masa depan, serta dunia dan akhirat. Dalam arti sempit, dalam hal kegiatan sosial, keseimbangan bermakna dirugikan, atau kondisi salaing ridha. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai keseimbangan pasar, di mana kondisi saling ridha terwujud anrata pembeli dan penjual.    
11.  Solidaritas
Solidaritas mengandung makna persaudaraan dan tolong-menolong. Persaudaran merupakan dasar untuk memupuk hubungan yang baik sesame anggota masyarakat dalam segala asperk kehidupan, termasuk Ekonomi. Dengan persaudaraan, hak-hak setiap masyarakat lebih terjamin dan terjaga. Prinsip ini menafikan sikap sksklusifisme dan pandangan atas suku, ras, dan kelompok, namun lebih mengedepankan ikatan kemanusian dan keislaman. Persaudaraan tidak akan bermakna tanpa tolong-menolong, terutama antara yang kuat dan yang lemah, antara yang kaua dengan yang miskin. Tolong-menolong dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, baik yang bersifat fungsional maupun derma atau produksi maupun konsumtif.
Solidaritas juga bias dimaknai dengan toleransi, islam mengajarkan agar manusia bersikap toleransi atau  memberikan kemudahan kepada pihak lain dalam bermuamalah. Toleransi berarti memberikan kelonggaran atau membantu orang lain untuk memenuhi kewajibannya. Toleransi ini bisa berbentuk pemberian maaf atas kekeliruan lawan, kelonggaran dalam pemenuhan janji, ataupun dalam menuntuk haknya. Nabi mencontohkan untuk mebayar utang lebih dari pinjaman sebagai ungkapan rasa terima kasih.
12.  Imformasi
Kejelasan imformasi dalam muamalah atay interaksi sosial merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi agar setiap pihak tidak dirugikan. Setiap pihak yang bertransaksi sharusnya memiliki informasi relevan yang sama sebelum dan saat bertransaksi, baik informasi mengenai objek, pelaku transaksi atau akad transaksi. Suatu akad yang didasari  atas keridak jelasan informasi atau penyembuyian informasi sepihak deianggap batal menurut islam. Dengan kata lain, tidak boleh ada sesuatu yang disembunyikan. Lebih jauh lagi, untuk terwujutnya transparansi, maka perlu memberi akses bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui berbagai informasi penting yang terkait dalam setiap transaksi.  

E.Empat Ciri/Sifat Sistem Islam Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur’an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur’an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi[5]. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi[2]. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti “kelebihan”[6]. Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275[7] disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba[8] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[9]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…

F. Tujuan Ekonoi islam
Dalam pandangan Islam, manusia bukanlah makhluk yang dikutuk karena membawa dosa turunan (original sin), tetapi merupakan khalifah Allah SWT di muka bumi (QS. 2:30). Allah SWT menciptakan bumi dan segala isinya untuk manusia (QS. 2:29) dan memberi kebebasan kepada manusia untuk mengelola sumber daya ekonomi yang tersedia di alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan membangun peradaban manusia ke arah yang lebih baik.
Manusia diberi kebebasan untuk mengelola sumber daya ekonomi dan melakukan transaksi perekonomian sesama mereka (muamalah). Mengenai muamalah (kegiatan ekonomi) tersebut terdapat kaidah fiqh yang menyatakan bahwa “Hukum ashal (awal/asli) dari muamalah adalah boleh (mubah) sampai ada dalil yang menyatakan sebaliknya. Artinya, segala kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan dalil-dalil nash (Al-Quran dan sunnah). Dengan kata lain, kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk tujuan tertentu yang sejalan dengan ajaran Islam.
Menurut Muhammad Umar Chapra, salah seorang ekonom Muslim, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi tersebut dapat dirumuskan menjadi 4 macam.
Pertama, kegiatan ekonomi atau muamalah bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi dalam batas-batas norma-norma moral Islami. Agama Islam membolehkan manusia untuk menikmati rezeki dari Allah namun tidak boleh berlebihan dalam pola konsumsi (QS. 2:60, 168, 172; 6:142; 7:31, 160; 16:114; 20:81; 23:51; 34:15; 67:15).
Di samping itu Allah SWT mendorong umat-Nya untuk bekerja keras mencari rezeki setelah setelah melakukan shalat Jum’at (QS. 62:10). Setiap usaha yang dilakukan oleh manusia seperti bertani, berdagang, dan usaha-usaha halal lainnya dianggap sebagai ibadah. Hal ini menujukkan bahwa usaha untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi yang lebih baik harus menjadi salah tujuan masyarakat Muslim.
Keduatatanan ekonomi yang diusahakan bertujuan untuk membina persaudaraan dan menegakkan keadilan universal. Islam menginginkan terbinanya tatanan sosial di mana semua individu mempunyai rasa persaudaraan dan keterikatan layaknya suatu keluarga yang berasal dari orangtua yang sama (QS. 49:13).
Dengan demikian, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia jangan sampai menimbulkan rasa permusuhan, peperangan, dan ketidakadilan ekonomi sebagaimana yang masih banyak dijumpai pada saat ini. Dengan adanya rasa persaudaraan sesama umat manusia, tidak akan timbul perebutan sumber-sumber ekonomi dan yang timbul adalah bertolong-tolongan untuk kesejahteraan bersama (QS. 5:2).
Ketiga, distribusi pendapatan yang seimbang. Islam mempunyai komitmen yang tinggi terhadap persaudaraan manusia dan keadilan. Oleh karena itu, ketidakadilan ekonomi tidak dibenarkan dalam Islam. Ketidakmerataan ekonomi tersebut hanya akan meruntuhkan rasa persaudaraan antar sesama manusia yang ingin dibina oleh Islam. Menurut ajaran Islam, semua sumber daya yang tersedia merupakan ‘karunia Allah SWT yang diberikan kepada semua manusia’ (QS. 2:29), sehingga tidak ada alasan kalau sumberdaya ekonomi itu hanya terkonsentrasi pada beberapa kelompok manusia (QS. 59:7).
Pemerataan tersebut dapat dilakukan melalui zakat, infak, shadaqah, wakaf, dan transaksi-transaksi halal lainnya yang dikelola dengan baik sesuai dengan spirit yang dikandungnya.
Keempat, tatanan ekonomi dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan kebebasan manusia dalam konteks kesejahteraan sosial. Salah satu misi yang diemban oleh Muhammad saw adalah untuk melepaskan manusia dari beban-beban dan belenggu yang ada pada mereka (QS. 7:157). Khalifah Umar bin Khatab mengatakan, “Sejak kapan kamu memperbudak manusia padahal ibu-ibu mereka melahirkan mereka dalam keadaan merdeka?” Imam Syafii juga mengatakan, “Allah menciptakan kamu dalam keadaan merdeka, oleh karena itu jadilah manusia yang merdeka.” meskipun demikian, kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial haruslah dalam batas-batas yang ditentukan oleh Islam. Artinya kebebasan itu jangan sampai berkonflik dengan kepentingan sosial yang lebih besar dan hak-hak orang lain.

G.Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil.
Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada di tengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem[1], ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan[4]. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha
1.      Sumber (epistemology)
Ekonomi Islam sumbernya berasaskan kepada sumber yang mutlak yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah (Wahyu)
* Sedangkan ekonomi konvensional tidak bersumber atau berlandaskan wahyu. Oleh karena itu ia lahir dari pemikiran manusia yang bisa berubah berdasarkan waktu atau masa sehingga diperlukan maklumat yang baru
2.      Tujuan Kehidupan
* Tujuan ekonomi Islam membawa kepada konsep al-falah (kejayaan) di dunia dan akhirat
* Sedangkan ekonomi Konvensional untuk kepuasan di dunia saja


BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan Ilmu Ekonomi Islam adalah teori atau hukum-hukum dasar yang menjelaskan perilaku-perilaku antar variabel ekonomi dengan memasukkan unsur norma ataupun tata aturan tertentu (unsur Ilahiah). Oleh karena itu, Ekonomi Islam tidak hanya menjelaskan fakta-fakta secara apa adanya, tetapi juga harus menerangkan apa yang seharusnya dilakukan, dan apa yang seharusnya dikesampingkan (dihindar). Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Sistem ekonomi Islam mengalami perkembangan sejarah baru pada era modern.
Adapun prinsip Ekonomi Islam :Tauhid,Khilafah dan ‘Adalah.
Ciri/Sifat Ekonomi islam ; 1. Kesatuan (unity) 2. Keseimbangan (equilibrium)3. Kebebasan (free will)4. Tanggungjawab (responsibility)
Tujuan Ekonomi Islam adsalah untuk memperoloeh kesejahter aan,membina persaudraan,seimbang, untuk mewujudkan kebebasan manusia dalam konteks kesejahteraan sosial.
Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional terletak pada sumber dan tujuanya










DAFTAR PUSTAKA

media.isnet.org/islam/Qardhawi/Masyarakat/SyariatAllah.htm















Daftar Isi
BAB I Pendahuluan………………………………………………….
Rumusan Masalah……………………………………………………………………
Metode Latar Belakang………………………………………………………………………….
Penelitian………………………………………………………………………
Tujuan…………………………………………………………………………………
BAB II Pembahasan…………………………………………………………………..
A.Devinisi Ekonomi Islam…………………………………………………………..
B.Sejarah Ekonomi Islam………………………………………………………………
C.Sejarah Baru Ekonomi Islam…………………………………………………….
D.Prinsip-prinsip Ekonomi Islam………………………………………………….
E.Ciri/Sifat Ekonomi Islam……………………………………………………….
F.Tujuan Ekonomi Islam………………………………………………………
G.Perbedaan Ekonomi Islam………………………………………………………
BAB III Penutup……………………………………………………………………..
A.Kesimpulan…………………………………………………………………………

Daftar Pustaka………………………………………………………………………..
separador

0 komentar:

Posting Komentar

dAtE

clock

Followers